Friday, August 21, 2015

(BAB TIGA 21) MURAQABAH(Al-Qusyairiyyah)

| Friday, August 21, 2015
TERJEMAH KITAB 
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”

21.
MURAQABAH

Allah swt. berfirman :
“Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (Qs. Al-Ahzab :52).
Diriwayatkan dalam suatu Hadits, bahwa malaikat Jibril datang kepada Rasulullah saw. dalam rupa sebagai seorang manusia. Ia bertanya :
“Wahai Muhammmad, apakah iman itu?” Beliau menjawab : “Iman adalah bahwa engkau percaya kepada Allah swt. para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit.” Jibril berkata : “Engkau benar.” Jariri (perawai Hadits ini) berkata : “Kami semua heran atas penegasannya terhadap kebenaran jawaban Nabi, sedangkan Jibril sendiri yang bertanya. Kemudian Jibril bertanya lagi : “Katakanlah kepadaku, apakah Islam itu?” Nabi saw. menjawab : “Islam yaitu hendaknya engkau menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan Ibadat Haji ke Baitullah.” Jibril berkata : “Engkau benar”. Keudian ia bertanya lagi : “Katakanlah kepadaku, apakah ihsan itu?” Nabi menjawab : “Ihsan yaitu hendaknya engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, (namun) jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Jibril berkata : “Engkau benar.” (Hr. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i).
Syeikh Ali ad-Daqqaq berkomentar, bahwa sabda Nabi saw. “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Merupakan petunjuk mengenai keadaan mawas diriepatnya ia dalam kesadaran ini merupakan muraqabah kepada Allah swt, dan inilah sumber kebaikan baginya. Ia hanya akan sampai kepada muraqabah ini setelah sepenuhnya melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri mengenai apa yang telah terjadi di masa lampau, memperbaiki keadaannya di masa kini, tetapi berteguh di jalan yang benar, memperbaiki hubungannya dengan Allah swt. dengan sepenuh hati, menjaga diri agar setiap saat senantiasa ingat kepada Allah swt. taat kepada-Nya dalam segala kondisi. Baru setelah ia mengetahui keadaan-keadaannya. Dia melihat perbuatannya, dan Dia mendengar perkataannya. Orang yang alpa akan semua hal ini, ia akan jatuh dari titik awal wushul, lalu bagaimana ia akan mencapai taqarub?”
Al-Jurairy  berkata : “Orang yang belum mengukuhkan rasa takwa dan muraqabah dirinya kepada Allah swt. tidak akan mencapai mukasyafah dan musyahadah.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq – semoga Allah merahmatinya --- berkata : “Suatu ketika ada seorang raja mempunyai seorang menteri yang mendampingi di hadapannya. Sang menteri berpaling kepada salah seorang pelayan yang hadir, bukan karena curiga, tapi karena merasa adanya bisik-bisik di antara pelayang itu. Kebetulan sang raja juga sedang memperhatikan menterinya itu. Sang menteri khawatir bila sang raja akan mengira ia melihat kepada para pelayan itu karena curiga. Karena itu, sang menteri tetap mengarahkan pandangannya kepada mereka. Sejak hari itu sang menteri selalu datang kepada raja dengan mata memandang ke satu sisi. Inilah mawas diri seorang manusia terhadap sessamanya; maka bagaimana pula halnya mawas diri hamba terhadap Tuhannya?”
Saya mendengar sorang fakir mengabarkan : “Ada seorang raja mempunyai seorang pelayan yang mendapat perhatian lebih dari pelayan lainnya. Tidak seorang pun di antara mereka yang lebih berharga atau lebih tampan dari pelayan yang satu itu. Sang raja ditanya tentang hal ini, maka ia lalu ingin menjelaskan kepada mereka kelebihan pelayan tersebut dari pelayan lainnya dalam pengabdian. Suatu hari ia sedang menunggu kuda bersama para pengiringnya. Di kejauhan tampak sebuah gunung bersalju. Sang Raja menatap ke arah salju itu dan membungkukkan kepala. Si pelayan lalu memacu kudanya. Orang-orang tidak tau mengapa si pelayan memacu kudanya. Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa sidikit salju. Sang raja bertanya kepadanya : “Bagaimana engkau tau bahwa aku menginginkan salju?” Si pelayan menjawab : “Karena paduka menatapnya terus, dan seorang raja hanya melihat sessuatu jika mempunyai niat yang benar.” Maka sang raja lalu berkata : “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi setiap orang ada pekerjaanya sendiri, dan pekerjannya adalah mengamati pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku.”
Salah seorang Sufi berkomentar : “Orang yang muraqabah kepada Allah dalam benaknya, niscaya Allah swt. akan menjaga anggota badannya.”
Ketika Abu Husain bin Hind ditanya : “Kapankah seorang hamba mengusir domba-dombanya ari padang kebinasaan dengan tongkat panjangnya?” Ia menjawab : “Manakala ia tau bahwa seseorang sedang memperhatikannya.”
Ketika Ibnu Umar r.a. sedang berada dalam perjalanan ia melihat seorang anak laki-laki sedang mengembalakan kambing. Ibnu Umar bertanya kepadanya : “Maukah engkau menjual seekor kambingmu kepadaku?” Si anak menjawab : “Kambing-kambing ini bukan milikku.” Ibnu Umar berkata : “Katakan saja kepada pemiliknya bahwa seekor serigala telah melarikannya.” Si anak berkata : “Lantas di mana Allah?” Setelah kejadian itu, untuk beberapa waktu lamanya Ibnu Umar selalu mengatakan : “Budak itu berkata : :Di mana Allah?”
Al-Junayd berkata : “Barangsiapa mewujudan muraqabah, hanyalah takut akan hilangnya bagian dari Allah swt. tidak yang lain.”
Salah seorang syeikh mempunyai beberapa murid, dan ia lebih menyukai salah seorang muridnya dn memberinya perhatian lebih daripada murid-murid yang lain. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab : “Aku akan menunjukkan kepaamu mengapa aku bersikap demikian terhadapnya.” Lalu diberikannya kepada setiap orang muridnya seekor burung dan memerintahkan kepada mereka : “Sembelihah burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun akan melihatnya!.” Mereka semua lalu berangkat, kemudian masing-masing kembali dengan burung sembelihannya. Tetapi murid kesayangannya itu kembali dengan membawa burung pemberian sang Syeikh yang masih dalam keadaan hidup. Ketika Syeikh bertanya : “Mengapa engkau tidak menyembelihnya?” Si murid menjawab : “Tuan memerintahkan saya untuk menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh siapa pun, dan saya tidak bisa menemukan tempat seperti itu.” Mendengar jawaban muridnya itu sang Syeikh lalu berkata kepada murid-murid yang lain : “Inilah sebabnya mengapa aku lebih memberikan perhatian kepadanya.”
Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Tanda muraqabah adalah memilih apa yang di pilih oleh Allah swt. menganggap besar apa yang dipandang besar oleh-Nya dan menganggap remeh apa yang di pandang-Nya remeh.”
Ibrahim an-Nashr abadzy menegaskan : “Harapan (raja’) mendorongmu untuk taat, takut (khauf) menghindarkanmu dari maksiat; dan muraqabah diri membawamu kepada jalan kebenaran hakiki.”
Ketika ditanyakan kepada Ja’far bin Nashr mengenai muraqabah, ia berkata kepada saya : “Muraqabah adalah menjaga diri terhadap sirri dikarenakan adanya kesadaran akan pengawan Allah swt. terhadap setiap bisikan.”
Al Jurairy menjelaskan : “Jalan kita didbangun atas dua bagian yaitu hendaknya engkau memaksa jiwamu untuk muraqabah terhadap Allah swt. dan hendaknya ilmu tampak dalam perilaku lahiriahmu.”
Abdullah al-Murta’isy berkomentar : “ Muraqabah adalah menjaga diti atas batin sendiri dikarenakan kesadaran akan Yang Ghaib dalam setiap pandangan dan ucaparn.”
Ketika Ibnu Atha’ ditanya : “Amal ibadat apakah yang paling baik?” Ia menjawab : “Muraqabah terhadap Allah swt di setiap waktu.”
Ibrahim al-Khawwas berkata : “Kemawasan diri menghasilkan muraqabah; muraqabah menghasilkan ketulusan bagin dan lahir, semata kepada Allah swt.”
Abu Utsman al-Maghriby menegaskan : “Disiplin paling utama pada diri manusia dalam menempuh tharikat ini adalah instropeksi dan muraqabah, sedang aplikasinya dengan ilmu.”
Abu Utsman menuturkan : “Abu Hafs mengatakan kepadaku,  : “Manakala engkau duduk mengajar orang gbanyak, jadilah seorang penasihat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh berkumpulnya mereka di sekelilingmu, sebab mereka hanya memperhatikan wujud lahiriahmu, sedangkan Allah swt. memperhatikan wujud batinmu.”
Abu Sa’id al-Kharraz mengabarkan : “Salah seorang syeikh mengatakan kepadaku : “Engkau harus mengawasi batinmu dan bermawas diri terhadap Allah. Suaut ketika aku sedang bepergian melalui padang pasir, dan tiba-tiba aku mendengar suara keras yang menakutkan di belakangku. Aku ingin menoleh tapi, hatl itu tak kulakukan. Lalu aku melihat sesuatu jatuh ke atas pundakku, dan aku menoleh, sedang aku menjaga batinku, lantas aku menoleh dan kulihat seekor binatang buas yang besar.”
Muhammad al-Wasithy berkata : “Amal ibadat terbaik adalah menjaga waktu. Artinya, si hamba tidak melihat ke luar batas dirinya, tidak memikirkan sesuatu pun selain Tuhannya, dan tidak menyertakan diri dengan sesuatu pun selain waktunya.”


Related Posts

No comments:

Post a Comment