Saturday, May 23, 2015

{BAB TIGA 13} MELAWAN HAWA NAFSU (al-Qusyairiyyah)

| Saturday, May 23, 2015

TERJEMAH KITAB 
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”


13.
MELAWAN HAWA NAFSU

Firman Allah swt.
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” )Qs. An-Naazi’aat : 40-1).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. (Jabir bin Abdullah al-Khazrajy al-Nashari as-Sulamy (16sH-78 H/607 -697) ikut berperang sebelas kali. Ia mempunyai majelis halaqah ilmiah di Masjid Nabawi. Meriwayatkan 1.540 Haditst). Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :
“Hal yang paling kutakutkan kepada ummatku adalah mengumbar hawa nafsu dan melamun panjang. Mengumbar hawa nafsu memalingkan manusia adari Al-Haq, sedang melamun panjang membuat orang lupa pada akhirat. Karena itu, ketahuilah bahwa melawan hawa nafsu adalah modal ibadat.” (H.r. Hakim dan Dailamy).
Ketika salah seorang Syeikh ditanya tentang Islam, ia menjawab : “Membabat nafsu dengan pisau perlawanan, Dan ketahuilah bahwa bagi seseorang yang nafsunya telah bangkit, maka pencerahan hati yang menyebabkan sukacita jiwanya di hadalapan Allah swt. akan hilang.”
Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Kunci ibadat adalah tafakur. Tanda terrcapainya tujuan adalah perlawanan terhadap hawa nafsu dengan mninggalkan keinginan-keinginannya.”
Ibnu Atha’ berkta : “Nafsu itu dengan sendirinya cenderung pada perilaku yang jahat. Pada saat yang sama, si hamba diperintahkan agar bersabar di dalam beribadat. Jadi, hawa nafsu berperilaku sesuai dengan wataknya dengan cara menetang, dan si hamba menolak hawa nafsu dengan perjuangan melawan tuntutan-tuntutannya yang jahat.”
Al-Junayd berkomentar : “Nafsu amarah yang terus menerus mendorong pada kejahatan adalah penyeru kepada kebinasaan, pembantu musuh, pengikut hawa nafsu, dan diharu biru dengan berbagai macam kejahatan.”
Abu Hafs mengajarkan : “Barangsiapa tidak mencurigai diri sendiri dalam setiap waktu, tidak menetangnya dalam setiap keadaan ruhani, dan tidak memaksakan kepada diri sendiri apa yang tidak sesuai dalam hari-harinya, adalah manusia yang tertipu. Dan barangsiapa memberikan perhatiankepada nafsu dan menyetujui sebagian darinya identik dengan menghancurkan diri sendiri. Bagaimana bisa membenarkan bagi orang yang memiliki akal untuk menyenangi diri sendiri? Sedangkan Yusuf a.s. yang mulia, putra dari keturunan yang mulia, Ya’qub dan Ishaq bin Ibrahim as. Berkata : “Aku tidak membersihkan diriku dari kesaahan; sesungguhnya nafsu itu cenderung kepada kejahatan.” (Qs. Yusuf : 53).
Al-Junayd menuturkan, : “Suatu malam aku tidak dapat tidur, lalu aku bangun untuk melakukan wirid. Tetpai aku tidak menemukan kemanisan atau kenikmatan yang bisanya kurasakan. Maka Aku menjadi bingung dan berharap untuk dapat tidur saja, tetapi tetap tidak dapat. Lalu aku duduk, namun demikian aku tidak dapat duduk nyaman. Maka kubuka jendela dan aku pergi ke luar. Klihat seorang laki-laki berselimutkan mantel sedang berbaring di jalan. Ketika ia menyadari kehadiranku, ia mengangkat kepalanya dan berkata : “Wahai Abul Qasim, lihatlah waktu!” Aku menjawab : “Tuanku, tidak da ketentuan waktu.” Ia berkata : “Bahkan aku sudah memohon kepada si Pembangkit hati agar menggerakan hatimu kepadaku. “Aku berkata : “ Dia telah melakukannya. Jadi, apa kemauan anda ?” Aku menjawab : “ Jika nafsu mentang hawanya, maka penyakitnya menjadi obatnya.” Kemudian laki-laki itu berpaling dan berkata kepada dirinya sendiri, :Dengar (hai nafsu), aku telah menjawab pertanyaanmu tujuh kali dengan jawaban seperti itu, tapi engkau menolak menerimanya sampai engkau mendengarnya dari al-Junayd, dan sekang engkau telah mendengarnya.” Kemudian ia berlalu meninggalkan aku. Aku tidak tau siapa dirinya dan tidak pernah bertemu dengannya lagi.”
Abu Bakr ath-Thamastany berkata : “Nikmat terbesar adalah jika engkau keluar dari dirimu sendiri, sebab ia adalah tabir terbesar antara dirimu dengan Allah, swt.”
Sahl bin Abdulllah mengatakan : “Tidak ada ibadat bagi Allah selain yang lebih utama dari menentang hawa nafsu.”
Ketika ditanya tentang perkara yang paling dibenci Allah swt. Ibnu Atha’ menjawab : “Memberikan perhatian kepada diri sendiri dengan segala keadaannya. Lebih buruk dari itu adalah mengharapkan imbalan atas perbuatan-perbuatannya.”
Ibrahim al-Khawwa menuturkan : “Aku sedang berada di atas gunung al-Lakam, ketika aku melihat segerombolan pohon delima, timbul keinginanku untuk mencicipannya sebuah. Lalu aku naik ke atas memetik sebuah dan membelahnya, akan tetapi rasanya asam. Lalu aku melihat seorang glaki-laki terbaring di tanah, dikerumuni lebah. Aku berkata kepadanya : “Assalamu’alaikum.” Ia menjawab : “Wa’alaikum salam, wahai Ibrahim.” Aku bertanya : “Bagaimana engkau mengenalku?” Ia menjawab : Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari manusia yang mengenal Allah swt. Aku berkata : “Kulihat engkau berada dalam keadaan bersama Allah swt.” Mengapa engkau tidak meminta kepada-Nya agar melindungimu dari gangguan lebah-lebah itu?” Ia berkata : “Dan engkau, kulihat juga berada dalam keadaan bersama Allah swt. Mengapa engkau tidak meminta kepada-Nya juga agar melindungimu dari keinginan makan delima?” Manusia akan mengalamai rasa sakit dari sengatan delima di akhirat, sementara sengatan lebah hanya terasa sakit di dunia.” Aku pun pergi berlalu meninggalkan orang itu.”
Dalam satu riwayat Ibrahim bin Syaiban mengabarkan : “Selama empat puluh tahun aku tidak pernah bermalam satu kali  pun di bawah atap rumahku atau di tempat tertutup yang lain. Namun Terkadang  aku masih menginginkan agar bisa  makan ‘ada dengan kenyang. Sayang, keinginanku itu tidak pernah terpenuhi. Pada suatu hari, ketika aku berada di Syam, seseorang menghidangkan semangkok penuh ‘adas kepadaku. Aku makan isinya dan kemudian berangkat. Di tengah jaan aku melihat botol-botol berisi semacam cairan, yang kukira adalah cuka. Di antara mereka menegurku : “Bagaimana pendapatmu?” Ini adalah botol-botol anggur, dan ini guci anggur!” Aku berkaa pada diri sendiri, “Adalah kewajibanku ....”Kemudian aku pun masuk ke dalam warung dan menumpahkan isi-isi botol serta guci-guci itu. Orang itu mengira bahwa  aku menumpahkan isi botol-botol itu  atas perintah Sultan. Tapi ketika mengetahui bahwa itu hanya inisitaifku sendiri, ia lalu membawaku kepada Ibnu Thaulun yang memerintahkan agar aku didera duaratus kali dan dimasukan ke dalam penjara. Aku tinggal di penjara beberapa waktu lamanya sampai Abu Abdullah al Maghriby, guruku, datang ke negeri itu dan membebaskanku. Ketika melihatku, beliau bertanya : “Apa yang telah engkau perbuat?” Aku menjawab : “Satu perut yag penuh berisi ‘adas dan duaratus deraan!” Beliau berkata : “Engkau telah diselematkan dari segala tuduhan di akhirat.”
Dalam suatu riwyat  Sari as-SaqathY pernah menuturkan : “Selama tiga puluh tahun, nafsuku telah meminta kepadaku sepotong wortel yang dicelup dalam madu kurma, tetapi aku belum sempat memakannya!” Saya dengar Abu Abbas ala Baghdady menuturkan bahwa kakeknya pernah berkata : “Bencana seorang hamba adalah rasa pusnya terhadap keadaan dirinya.”
Isham bin Yusuf al-Balky menghadap kepada Hatim al-Asham, ia pun diterima. Seseorang bertanya : “Mengapa Anda menerimanya?” Hatim menjawab : “Dengan menerimanya aku merasakan rasa hinaku sekaligus merasakan kebanggaannya. Sebaliknya, apabila aku menolaknya, aku merasa kebangganku sekaligus merasakan rasa hinanya. Maka aku memilih kebanggaannya daripada kebangganku dan kehinaanku daripada kehinaannya.”
Seseorang berkata kepada salah seorang Sufi : “Aku ingin melaksanakan ibadat haji dalam keadaan menyepi (tajrid).” Sang Sufi menjawab : “Lebih tajridlah sifat alpa dari dalam hatimu, kekurang-seriusan dari dirimu, dan perkataan yang sia-sia dari lidahmu; setelah itu tempuhlah ke mana saja engkau mau.”
Abu Sulaiman ad-Darany berkata : “Orang yang melewati malam harinya dengan cukup baik akan memperoleh balasan di siang harinya, dan orang yang melewati siang dengan cara yang baik akan memperoleh balsan di malam harinya. Barangsiapa tulus dalam menjauhi hawa nafsu akan terbebas dari beban memberi nafsu makanan. Allah swt. bersifat Maha Pemurah hingga tidak berkehendak untuk menghukum hati yang menjauhi hawa nafsu demi Dia.”
Allah swt. mewahyukan kepada Daud as. “Wahai Daud, peringatkanlah para sahabatnya  terhadap sikap menuruti hawa nafsu, sebab hati yang terikat kepada hawa nafsu dunia tertutup dari-Ku.”
Dikatakan bahwa seseorang sedang duduk melayang di udara, dan seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana engkau bisa melakukan hal ini?” Ia menjelaskan : Aku meninggalkan hawa nafsu, karenanya Allah swt. menjadikan udara tunduk kepadaku.”
Dikatakan : “Jika (pemenuhan) seribu hawa nafsu ditawarkan kepada seorang Mukmin, niscaya ia akan meolaknya dengan rasa takut kepada Allah Swt. Tetapi jika pemenuhan satu kehendak hawa nafsu ditawarkan kepada seorang pndosa, pemenuhan itu akan mengusir darnya rasa takut kepada Allah swt.” Dikatakan juga, : “Janganlah engkau tempatkan kendalimu di tanag nafsu, sebab ia pasti membawamu pada kegelapan.”
Yusuf bin Asbat berkata : “Hanya takut yang sangat atau kerinduan yang bergelora sajalah yang bisa memadamkan “NAFSU”.
Al-Khawwa berkata : “Barangsiapa meninggalkan hawa nafsu, tapi tidak menemukan pengganti dalam hatinya adalah seorang pendusta dalam meninggalkan hawa nafsu itu sendiri.”
Ja’far bin Nashr mengabarkan : “Al-Junayd memberiku uang satu dirham dan menyuruhku membeli semacam buah kenari. Kubeli beberapa buah, dan ketika saat berbuka puasa tiba, ia memecah sebuah dan memakan isinya. Tapi kemudian ia memuntahkannya dan menangis. : “Singkirkan buah-buah ini.” Pintanya> Ketika aku bertanya apa yang telah terjadi, ia menjawab : “Sebuah suara berseru dalam hatiku : “Tidakkah engkau merasa malu? Engkau menjauhi satu nafsu demi untuk-Ku, tapi kemudian mengambilnya lagi!.”
Kaum Sufi bersyair :
Huruf Nun dari kehinaan (haan) dari hawa..
Telah dicuri.
Menyerah kepada hawa nafsu
Jatuh dalam kehinaan.


Related Posts

No comments:

Post a Comment