Saturday, May 23, 2015

{BAB TIGA 10} SEDIH (al-Qusyairiyyah)

| Saturday, May 23, 2015
TERJEMAH KITAB 
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”

10.
SEDIH


Allah swt. berfirman :
“Dan mereka akan mengatakan (ketika berada di surga), “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kita.” (Qs. Fathir :34).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudry bahwa Rasulullah saw.  bersabda :
“Tidak sesuatu pun keburukan menimpa seorang hamba yang beriman, apakah itu penderitaan, penyakit, kesedihan, atau rasa sakit yang merisaukan, kecuali Allah swt. akan mengampuni dosa-dosanya.” (H.r. Ahmad, Bukhari – Muslim).
Sedih (huzn) adalah keadaan yang menyelamatkan hati tersesat di lembah kealpaan. Dan kesedihan adalah salah satu sifat para ahli penempuh jalan ruhani (suluk).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Orang yag dipenuhi kesedihan mampu menempuh jalan Allah dalam waktu satu bulan, sepanjang jarak yang tidak bisa ditempuh dalam waktu satu tahun oleh orang yang tidak memiliki kesedihan.”
Dalam Hadits dikatakan : “Sesungguhnya Allah mencintai setiap hati yang sedih.”
Dalam Kitab Taurat disebutkan : “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menempatkan suatu PENYEDIH dalam hatinya, dan jika Dia membenci seorang hamba, maka ditempatkan-Nya sebuah SERULING dalam hatinya.”
Dikatakan bahwa Rasulullah saw. selalu berada dalam keadaan sedih dan merenung sepanjang masa.
Bisyr bin Haris mengatakan : “Sedih adalah raja, manakala bertahta dalam sebuah tempat, tidak akan sudi menerima orang lain tinggal bersamanya.”
Dikatakan : “Jika tidak ada kesedihan dalam hati, maka ia akan menjadi rusak, sebagaimana sebuah rumah akan menjadi roboh manakala tidak ada orang yang tinggal di dalamnya.”
Abu Sa’id al-Qurasyi berkomentar : “Air mata kesedihan membuat orang buta, tetapi air mata kerinduan meredupkan pandangan, namun tidak membutakannya.” Allah swt. berfirman : “Dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan ia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).” (Qs. Yunus :84).”
Ibnu Khafif menjelaskan : “Sedih adalah mencegah diri dari bangkit mencari kesenangan.”
Rabi’ah Adawiyah mendengar seorang laki-laki meratap : “Aduhai kesedihan!” Rabi’ah menyela : “Katakanlah; Aduhai kecilnya kesedihan kita! Jika engkau benar-benar bersedih, niscaya engkau tidak akan bisa bernafas.”
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan : “Apabila ada seorang tertimpa kesedihan dan menangis di kalangan suatu kaum, maka Allah swt. akan mengasihani mereka semua karena air matanya.”
Dawud ath-Tha’y ketika tertimpa kesedihan, dan di malam hari ia akan berdoa : “Ilahi, kerinduanku terhadap-Mu membuat diriku gelisah dan menghalangi antaraku dengan tidurku.” Dan Allah pun menjawab : “Bagaimana mungkin bagi seorang yang penderitaanya diperbarui setiap saat, akan mencari penghiburan dari kesedihan?”
Dikatakan : “Sedih menahan orang dari makan, sedangkan takut, menahannya dari dosa.”
Salah seorang Sufi ditanya : “Dengan apa kesedihan manusia dinilai?” Ia menjawab : Dengan banyaknya ratapan.”
As-Sary as-Saqathy berkata : “Aku ingin seandainya kesedihan seluruh manusia di muka bumi ini ditumpahkan kepadaku.” Banyak oang telah berbicara tentang kesedihan, dan mereka semua mengatakan bahwa hanya kesedihan yang diilhami oleh kepedulian pada akhiratlah yang patut dipuji, sedang kesedihan karena dunia ini, patut dicela. Tetapi Abu Utsman al-Hiry menjelaskan : “Kesedihan dalam semua seginya adalah suatu keutamaan dan peningkatan bagi seorang beriman, selama kesedihan itu bukan karena dosa. Sekalipun kesedihan itu tidak menghasilkan satu derajat khusus, ia akan membawakan pengampunan.”
Seorang Syeikh tertentu, apabila murid-muridnya akan pergi melakukan perjalanan, ia akan berpesan : “Jika engkau melihat seorang yang sedang bersedih, sampaikan salamku padanya.”
Syeikh Abu ali ad-Daqqaq berkata : “Salah seorang Sufi bertanya kepada matahari selagi terbenam, “Apakah hari inni engkau telah menyinari sorang yang tertimpa kesedihan?”
Orang tidak pernha melihat Hasan al-Bashry tanpa mengira bahwa ia baru saja mengalami bencana.
Ketika Fudhail bin ‘Iyadh meninggal dunia, Waki’ mengatakan, “Hari ini kesedihan telah lenyap dari muka bumi.”
Salah seorang dari kaum Muslimin geberasi salaf berkata : “Sebagian besar dari apa yang ditemukan oleh seorang beriman dalam catatan amal perbuatan baiknya adalah penderitaan dan kesedihan.”
Fudhail bin ‘Iyadh berkomentar : “Kaum salaf mengatakan : “Setiap sesuatu ada zakatnya, dan zakat hati adalah kesedihan yang panjang.”
Ketika Abu Utsman al-Hiry ditanya tentang kesedihan, ia menjawab : “Orang yang sedih adalah yang tidak punya waktu untuk menyibukkan diri dengan pertanyaan tentang kesedihan. Maka berjuanglah untuk mencari kesedihan, lalu bertanyalah.”

Related Posts

No comments:

Post a Comment