Monday, April 27, 2015

{BAB TIGA 6} ZUHUD (al-Qusyairiyyah)

| Monday, April 27, 2015

TERJEMAH KITAB 
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH

PENJELASAN TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
6.
ZUHUD

Nabi saw. bersabda :
“Apabila kamu sekalian melihat seseorang yang telah dianugerahi zuhud berkenaan dengan dunia dan ucapan, maka dekatilah ia, karena ia dibimbing oleh hikmah.” (H.r. Abu Khallad dan di-Takhrij oleh Abu Nu’im dan Baihaqi).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Pada umumnya banyak orang berbeda pendapat berkenaan dengan zuhud. Sementara orang ada yang mengatakan, ‘Zuhud bersangkutan dengan perkara yang haram saja, sebab perkara yang halal diterima Allah swt. Apabila Allah swt. memberikan berkat kepada hamba-Nya berupa harta yang halal dan hamba itu bersyukur kepada-Nya atas berkat itu, maka ia meninggalkan menurut upayanya, tanpa harus mengajukan hak izin untuk mengekangnya.”
Sebagian yang lain mengatakan : “Zuhud terhadap perkara yang haram adalah suatu kewajiban, sementara zuhud terhadap perkara yang halal adalah suatu keutamaan. Apabila hamba yang berzuhud miskin, tetapi sabar terhadap keadaannya, bersyukur serta merasa puas atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadanya maka hal itu lebih baik ketimbang berusaha menimbun kekayaan berlimpah di dunia.”
Allah swt. telah menghimbau ummat manusia untuk bersikap zuhud berkenaan dengan pemerolehan kekayaan, melalui firmannya :
“Katakanlah, Kesenangandi dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. An-Nisa’:77).
Banyak ayat lainnya yang dapat dijumpai berkenaan dengan tidak berharganya dunia dan seruan untuk bersikap zuhud terhadapnya.
Sebagian orang yang mengatakan : “Apabila seorang hamba membelanjakan harta dalam ketaatan kepada Allah swt. bersabar, dan tiak mengajukan keberatan terhadap larangan-larangan syariat untuk dilakukannya dalam menghadapi kesulitan hidup, maka adalah lebih baik baginya bersikap zuhud terhadap harta yang dihalalkan.”
Sebagian yang lain berkomentar : “Seyogyanya bagi seorang hamba memutuskan untuk tidak memilih meninggalkan yang halal dengan bebannya, dan tidak pula berusaha memenuhi keperluan-keperluannya harta yang halal, ia harus bersyukur kepada-Nya. Apabila Allah swt menentukan dirinya berada pada batas kecukupan hidup, maka hendaknya tidak memaksakan diri mencari kemewahan, karena kesabaran merupakan suatu yang paling utama bagi pemilik harta yang halal.”
Sofyan ats-Tsauri berkata : “Zuhud terhadap dunia adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, bukannya memakan makanan kasar atau mengenakan jubah dari kain kasar.
Sari as-Saqathy menegaskan : “Allah SWT. menjauhkan dunia dari para auliya’-Nya, menjauhkan dari makhluk-makhluk-Nya yang berhati suci, dan menjauhkannya dari hati mereka yang dicintai-Nya lantaran Dia tidak memperuntukkannya bagi meraka.”
Zuhud disinggung secara tidak langsung di dalam firman-Nya, (“Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Qs. Al-Hadid :23). Sebab sang hamba tidak gembira atas apa yang dimilikinya di dunia, dan tidak pula bersedih atas apa yang tiada dimilikinya.
Abu Utsman berkata : “Zuhud alah hendaknya Anda meninggalkan dunia dan kemudian tidak peduli dengan mereka yang mengambilnya.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Zuhud adaah hendaknya Anda meninggalkan dunia sebagaimana adanya. ia bukan berkata “Aku akan membangun pondok Sufi (ribath) atau mendirikan masjid.”
Yahya bin Mu’adz mengatakan : “Zuhud menyebabkan kedermawwanan berkenaan dengan hak milik, dan cinta yang mengantarkan pada semangat kedermawanan.”
Ibnul Jalla’ berkomentar : “Zuhud adalah sikap Anda memandang dunia ini hina di mata Anda, maka berpaling darinya akan menjadi mudah bagi diri Anda.”
Ibu Khafif berkata : “Pertanda zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dari harta milik.” Dikatakannya pula : “Zuhud adalah ketidak senangan jiwa pada dunia, dan melepaskan urusan hak milik itu.”
An-Nashr Abadzy berkata : “Orang zuhud selalu asing di dunia dan seorang ahli ma’rifat )’arif) adalah orang asing di akhirat.”
Dikatakan : “Bagi orang yang benar-benar bersikap zuhud, dunia akan menyerahkan diri kepadanya dengan penuh kerendahan dan kehinaan.” Oleh sebab itu, dikatakan : “Apabila sebuah topi jatuh dari langit, ia akan jatuh di atas kepala seseorang yang tidak menghendakinya.”
Al-Junayd mengajarkan : “Zuhud adalah kekosongan hati dari sesuatu yang tangan tidak memilikinya.”
Ulama salaf berbeda pendapat soal zuhud. Sufyan ats-Tsaury; Ahmad bin Hanbal; Isa bin Yunus dan lain-lainnya menegaskan bahwa zuhud di dunia berarti membatasi angan-angan dan keinginan. Ungkapan sebagaimana mereka tegaskan, cenderung dipahami sebagai faktor-faktor penyebab zuhud, sekaligus sebgai faktor pembangkit zuhud dan makna esensial yang mencakup disiplin zuhud itu sendiri.
Abdullah ibnul Mubarak berkomentar : “Zuhud adalah tawakkal kepada Alalh swt. dipadu dengan kecintaan kepada kefakiran.
Syaqiq al-Balkhy dan Yusuf bin Asbat juga mengatakan demikian. Jadi, ini juga merupakan satu dari tanda-tandan zuhud, lantaran si hamba tidak mampu merelakan kecuali dengan tawakkal kepada Allah swt.
Abdul Wahid bin Zaid memberikan penjelasan : “Zuhud, adalah menjauhkan diri dari apa pun yang memalingkan Anda dari Allah swt.”
Ketika AL-Junayd bertanya soal zuhud, Ruwaym menjawab, “Zuhud adalah meremehkan dunia dan menghapus bekas-bekasnya dari hati.”
As-Sary berkata : “Kehidupan seorang zahid tidak akan baik apabila dirinya terpalingkan dari kepedulian terhadap jiwanya, dan kehidupan seorang ‘arif tidak akan baik apabila terlalu mementingkan jiwanya.”
Al-Junayd berkata : “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari kelatahan.”
Ditanya tentagn zuhud, asy-Syibli menjawab : “Zuhud adalah hendaknya Anda menjauhkan diri dari segala sessuatu selain Allah swt.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Tidak akan sempurna zuhud seseorang, kecuali memiliki tiga karakter ini : Berbuat tanpa diserta keterikatan, berbicara tanpa disetai ambisi, dan kemudian tanpa adanya kekuasaan atas orang lain.”
Abu Hafs mengatakan : “Tidak ada zuhud kecuali dalam perkara yang halal, dan di dunia ini tiada yang halal, karena tiada pula zuhud.”
Abu Utsman berkata : “Allah swt. memberi seorang zahid sesuatu lebih daripada sekedar yang diinginkannya, dan Dia memberikan sesuatu kepada hamba yang dicintai-Nya kurang dari yang ia inginkan, Dia memberi hamba yang mustqim sesuai yang diinginkannya.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Orang zuhud adalah yang mengusik hidung Anda dengan bau cuka, tetapi kaum ‘arif menyebarkan keharuman minyak kasturi.”
Hasan al-Bashry berkata : “Zuhud di dunia, hendaknya Anda membenci muatan dan pendukungnya.”
Seseorang bertanya kepada Dzun Nuun al-Mishry : “Kapan aya dapat menjauhkan diri dari dunia?” Daun Nuun menjawab : “Ketika Anda menjauhkan diri dari Nafsu.”
Muhammad ibnul Fadhl mengatakan : “Sikap memprioritaskan orang lain bagi kaum zuhud adalah pada waktu mereka berkecukupan, sedangkan kaum ksatria adalah pada waktu sangat membutuhkan.”
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (Qs. Al-Hasyr : 9).
Al-Kattany mengatakan : “Sesuatu yang tidak ditentang oleh orang Kufah, tidak oleh orang Madinah, orang Irak, juga tidak oleh orang Syria, adalah zuhud terhadap dunia, kedermawanan dan berdoa supaya ummat manusia mendapatkan kebaikan.” Artinya, tidak seorang pun yang mengatakan bahwa hal-hal ini tidak terpuji.”
Seseorang bertanya kepada Yahya bin Mu’adz : “Bilakah saya akan memasuki kedai tawakal, mengenakan jubah zuhud dan duduk dalam majelis bersama kaum zuhud?” Yahya menjawab : “Ketika Anda tiba pada suatu keadaan dalam olah ruhani (riyadhah) dalam diri Anda secara rahasia, sehingga sampai pada batas ketika Allah memutuskan rezeki kepada Anda sebelum tiga hari tidak merasakan lemah. Tetapi apabila tujuan ini tidak tercapai, maka duduk di atas karpet kaum zuhud hanyalah kebodohan, dan saya tidak dapat menjamin bahwa diri Anda tidak akan terhinakan di tengah-tengah mereka.”
Bisyr al-Hafi menegaskan : “Zuhud adalah seorang raja yang tidak menempati suatu tempat selain hati yang kosong.”
Muhammad ibnul Asy’ats al-Bikandy berkata : “Barangssiapa berbicara tentang zuhud dan menyeru manusia kepada zuhud disamping juga menginginkan sesuatu yang mereka miliki, maka Allah swt. akan melepaskan kecintaan pada akhirat dari hatinya.”
Dikatakan : “Manakala seoarang hamba menjauhkan diri dari dunia, maka Allah swt. mempercayakan dirinya kepada malaikat yang menanamkan kebijaksanaan di dalam hatinya.”
Seorang ‘Sufi ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia>” Ia menjawab : “Karena ia telah menolakku.”
Ahmad bin Hanbal memberikan penjelasan  : “Ada tiga macam zuhud : Bersumpah menjauhi perkara yang haram adalah zuhud kaum awam; Bersumpah menjauhi sikap berlebih-lebihan dalam perkara yang halal adalah zuhud kaum terpilih (Khawash), dan bersumpah menjauhi apa pun yang memalingkan sang hamba dari Allah swt. adalah zuhud kaum ‘Arifin.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Salah seorang Sufi ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia ?” Dijawab sang Sufi : “Karena aku menarik diri dari kemewahan dan menolak menginginkannya barang sedikit pun.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Dunia ini bagaikan pengantin wanita. Orang yang menerimanya akan membelai rambutnya penuh kelembutan. Sedang bagi si zahid, di dalamnya akan tampak kusam, mengacak-acak rambutnya, dan membakar gaunnya. Kaum ‘Arifin, senantiasa sibuk dengan Allah swt. tidak sedikit pun menoleh pada sang pengantin wanita.”
As-Sary berkata : “Aku melaksanakan seluruh aturan zuhud dan dianugerahi segala sesuatu yang kuminta dalam doa, keculai zuhud terhadap masyarakat. Aku belum mencapai ini, dan aku pun belum sanggup menanggungnya.”
Dikatakan : “ Kaum zuhud teleh mengucilkan diri dan berkumpul hanya dengan sesama mereka saja, sebab mereka menjauhi nikmat-nikmat sementara, demi nikmat-nikmat yang abadi.”
An-Nashr Abadzy berkomentar : “Zuhud adalah memelihara darah kaum zahidin dan menumpahkan darah kaum ‘Arifin.”
Hatim al-Asham mengatakan : “Kaum zuhud menghabiskan isi dompetnya sebelum dirinya, dan orang yang berperilaku zuhud menghabiskan dirinya sebelum dompetnya.”
Al-Fudhailbin ‘Iyadh berkata : “Allah swt. menempatkan seluruh kejahatan dalam satu rumah dan menjadikan kecintaan kepada dunia sebagai kuncinya. Dia amenempatkan seluruh kebaikan di rumah yang lain dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya.



Related Posts

No comments:

Post a Comment